Ada Apa di Balik Peningkatan Hubungan China dan Timor Leste?
Oleh: Ignatius Edhi Kharitas*)
![]() |
Presiden Tiongkok Xi Jinping dengan Perdana Menteri Timor Timur Xanana Gusmao (Sumber:Tatoli) |
Presiden Republik Demokratik Timor-Leste José Ramos-Horta melakukan kunjungan kenegaraan ke China pada 28–31 Juli 2024, atas undangan Presiden Republik Rakyat China (RRC) Xi Jinping. Ini adalah kunjungan resmi pertama yang dilakukan kepala negara Timor Leste ke RRC sejak negara itu memperoleh kemerdekaannya pada Mei 2002. Sebelumnya, pada 9 September 2023, Presiden Xi Jinping bertemu dengan Perdana Menteri Timor Leste Xanana Gusmão di Hangzhou, China, menjelang pembukaan Asian Games ke-19 yang diselenggarakan di kota tersebut. Pada kesempatan itu, pemimpin kedua negara bersama-sama mengumumkan peningkatan hubungan bilateral menjadi kemitraan strategis yang komprehensif. Oleh karena itu, kedua belah pihak akan terus mendorong kerja sama Belt and Road Initiative (BRI) dan memperkuat upaya kerja sama di empat bidang utama, yaitu revitalisasi industri, pembangunan infrastruktur, swasembada pangan, dan peningkatan taraf hidup masyarakat.
Kedua contoh di atas menunjukkan bahwau meskipun Timor Leste adalah negara termuda di kawasan Asia Tenggara, negara tersebut memiliki arti penting bagi diplomasi RRC di panggung internasional. Mengapa China sangat antusias dalam menjalin dan mengembangakan hubugan baik dengan Timor Leste? Apa dampak peningkatan hubungan kedua negara itu bagi negara-negara tetangga dan kawasan Asia Tenggara? Bagaimana sebaiknya Timor Leste perlu menyikapi perkembangan tersebut? Jawaban atas pertanyaan-pertanyaan di atas akan diulas dalam artikel singkat ini.
Bagi China, posisi geografis Timor Leste menjadikan negara itu sebagai sebuah persimpangan penting dengan implikasi strategis, yang dalam bahasa Mandarin disebut dengan yānhóu yào dì (咽喉要地). Timor Leste adalah negara kecil yang bertetangga dengan dua negara besar, yakni Indonesia dan Australia. Yang lebih penting lagi, Timor Leste berjarak kurang dari 800 km dari Darwin, Australia, di mana sekitar 2.500 tentara marinir Amerika Serikat (AS) bermarkas. Mengingat kondisi geopolitik tersebut, seperti sudah dijelaskan di awal tulisan ini, China selalu memberi dukungan penuh kepada Timor Leste sejak awal berdirinya.
Indikasi nyata dari hubungan mesra kedua negara terpampang dari serangkaian gedung pemerintahan di ibu kota Timor Leste, Dili, yang dibangun dengan dana hibah dari China Aid, serta bantuan teknis di sektor pertanian, kesehatan, dan militer. Tak hanya melalui pemberian bantuan pembangunan, China juga menekankan hubungan antarmasyarakat (people-to-people/P2P) sebagai pilar hubungan luar negerinya dengan Timor-Leste. Hal ini terwujud dalam komunike bersama pada bulan April 2014 oleh kedua negara untuk membentuk “kemitraan komprehensif.” Seperti telah diuraikan di awal artikel ini, level kerja sama bilateral tersebut ditingkatkan menjadi “kemitraan strategis komprehensif” pada September 2023. Salah satu perwujudan praktis dari diplomasi P2P ini adalah masuknya para migran China ke Timor-Leste, baik sebagai pekerja yang mengerjakan proyek-proyek infrastruktur maupun pebisnis. Pada 2021 saja, diperkirakan sekitar 4.500 hingga 5.000 migran China tinggal di Timor-Leste.
Peningkatan hubungan kedua negara tersebut menjadi perhatian sejumlah pengamat. Menurut Parker Novak, peneliti di Atlantic Council’s Indo-Pacific Security Initiative and Global China Hub, sebuah lembaga think tank yang berbasis di Amerika Serikat, China akan memperoleh keuntungan dari peningkatan pengaruhnya di Timor-Leste. Selain itu, mengingat posisi Timor Leste yang berada di tengah antara Indonesia dan Australia, apa yang terjadi di Timor Leste akan membawa konsekuensi signifikan bagi Indonesia dan Australia, dan sebaliknya.
Setidaknya, terdapat dua aspek yang menjadi perhatian para pengamat terkait peningkatan hubungan China dan Timor Leste, yaitu keamanan dan ekonomi. Kemitraan Strategis Komprehensif yang disepakati kedua negara pada September 2023 juga mencakup peningkatan hubungan militer, seperti penguatan kerja sama pelatihan personel, teknologi peralatan militer, serta pelaksanaan latihan gabungan. Australia dan negara-negara lain, termasuk Amerika Serikat, menyatakan kekhawatiran serius atas peningkatan level hubungan kemitraan tersebut. Mereka khawatir tentang bagaimana pemerintah China dapat menggunakan pengaruh dan kehadirannya untuk melanjutkan klaim ekspansionisnya di Laut Cina Selatan dan atas Taiwan. Kegelisahan sejumlah negara itu berpangkal pada peningkatan pengaruh China, salah satunya melalui upaya kerja sama keamanan dengan negara-negara kecil di kawasan Pasifik. Mereka menengarai China akan menggunakan “skenario” serupa terhadap Timor Leste.
Dalam aspek ekonomi, walaupun sudah merdeka lebih dari dua dekade, Timor Leste masih menjadi salah satu negara termiskin di kawasan Asia Tenggara. Sebagaimana dicatat dalam laporan Bank Dunia pada bulan Desember 2022, Timor Leste masih terlalu bergantung pada produksi hidrokarbon untuk menopang perekonomiannya. Jika tidak melakukan diversifikasi, perekonomian negara ini akan bergantung sepenuhnya pada Petroleum Fund (sovereign wealth fund milik negara tersebut yang berasal dari pendapatan sektor migas) yang cepat menipis untuk menjembatani kesenjangan fiskal yang cukup besar dalam anggaran tahunannya. Dewasa ini, dana sekitar 17,4 miliar dolar Amerika Serikat (AS) yang dikelola Petroleum Fund akan habis dalam 20 tahun ke depan. Prediksi ini didasarkan pada kondisi Lapangan Gas Banyu-Undan, penyumbang terbesar Petroleum Fund sejak 2006, yang siklus hidup produksinya telah berakhir tahun 2023. Sementara itu, perusahaan migas milik negara Timor Leste belum mencapai kesepakatan dengan mitranya dari Australia dan Jepang terkait pengelolaan Lapangan Gas Greater Sunrise yang digadang-gadang berpotensi menghasilkan royalti puluhan miliar dolar AS. Tak hanya di sektor migas, kondisi ekonomi diperparah dengan menurunnya investasi dari sekutu tradisional, seperti Uni Eropa dan Australia, sehingga banyak proyek pembangunan yang terhenti. Oleh karena itu, peningkatan hubungan dengan China dapat dipandang sebagai upaya Timor Leste untuk mencari sumber investasi baru.dan mendiversifikasi ekonominya.
Bagaimana Timor Leste merespons kekhawatiran sebagian kalangan terdapat peningkatan hubungannya dengan China? Bagaimanapun juga, Timor Leste adalah negara berdaulat yang bebas menentukan dengan siapa ia ingin menjalin hubungan. Menyadari keterbatasan geografisnya dan potensi keterlibatan politik regional dan global, Timor Leste secara konsisten memilih sikap yang seimbang dan netral dalam kebijakan luar negerinya sejak memperoleh kemerdekaan. Keterlibatannya yang semakin mendalam dengan China mencerminkan kebutuhan praktis politik dan ekonomi Timor Leste. Seperti yang telah diutarakan oleh Presiden Ramos-Horta di beberapa platform internasional, Timor-Leste menginginkan “hubungan yang kuat dengan semua pihak dan tidak memihak”. Bahkan, menanggapi peningkatan level hubungan bilateral dengan China menjadi kemitraan strategis komprehensif, yang mencakup peningkatan hubungan keamanan, Presiden Ramos-Horta menolak anggapan bahwa Timor Leste kini membuat kesepakatan serupa dengan negara-negara Pasifik. Ia menjelaskan bahwa kerja sama keamanan yang dimaksud adalah kunjungan kapal angkatan laut dan pertukaran perwira militer antara kedua negara.
Namun demikian, sejumlah pengamat juga memperingatkan konsekuensi peningkatan keterlibatan ekonomi dan investasi China, dengan berkaca dari pengalaman negara-negara berkembang lain. Misalnya, tingginya tingkat utang yang ditanggung pemerintah Kenya, Sri Lanka, dan Zambia sebagai akibat dari investasi yang tidak berhasil dan pinjaman besar dari China perlu menjadi perhatian Timor-Leste. Apalagi, luas wilayah Timor Leste yang terbatas dan perekonomiannya yang lemah tidak akan mampu menanggung konsekuensi keputusan investasi yang buruk. Selain itu, beberapa proyek BRI di negara lain dikritik karena mempekerjakan lebih banyak pekerja dari China daripada penduduk lokal. Hal ini juga patut diperhatikan Timor Leste yang memiliki aspirasi untuk membangun kapasitas tenaga kerja lokal melalui kerja sama internasional. Persoalan kehadiran migran baru (新移民 xīn yímín) China, baik sebagai pekerja proyek infrastruktur BRI maupun wiraswasta, membawa dinamika tersendiri bagi warga Timor Leste, khususnya komunitas Xina-Timor (etnis Tionghoa yang sudah secara turun-temurun bermukim sejak abad ke-18). Sebagian besar anggota komunitas, yang dalam bahasa lokal juga dikenal sebagai Cina Timor itu, telah mengadopsi sejumlah elemen budaya lokal sambil tetap mempertahankan sebagian tradisi Tionghoa.
Meningkatnya kehadiran migran baru dan keterlibatan mereka dalam berbagai kegiatan ekonomi telah memicu beragam perspektif, bukan saja di kalangan penduduk lokal dan pemerintah Timor-Leste, tetapi juga dalam komunitas Cina-Timor. Di satu sisi, kehadiran para migran baru China membantu memenuhi kebutuhan warga lokal dan memberikan kontribusi terhadap pembangunan sosial dan ekonomi melalui penyediaan lapangan kerja, pembayaran pajak, penciptaan persaingan usaha yang dapat menekan harga barang, dan keuntungan bagi warga lokal yang menyewakan tanah dan properti milik mereka. Namun di sisi lain, ketegangan juga muncul karena perilaku para migran baru yang tidak mengindahkan norma dan hukum setempat. Misalnya, beberapa migran baru tinggal secara ilegal setelah visa mereka berakhir; beberapa malah menikahi wanita lokal di daerah terpencil agar dapat mengakses tanah dan properti dengan mudah sebagai cara untuk menghindari hukum yang tidak mengizinkan orang asing memiliki tanah dan properti di Timor-Leste. Ditambah lagi, para migran baru China umumnya lebih memilih mengirimkan keuntungan mereka ke negara mereka daripada menginvestasikannya kembali di Timor Leste.
Mungkin masih terlalu dini untuk mengklaim bahwa telah terjadi peningkatan sentimen anti-China di Timor-Leste, tetapi beberapa insiden yang dialami para migran baru menunjukkan peningkatan sentimen bermotif rasial. Yang patut disayangkan, komunitas Cina-Timor, yang tidak terkait dengan kelompok migran baru China, juga merasakan peningkatan sentimen negatif melalui tindakan diskriminatif, bahkan kekerasan. Tampaknya, Timor Leste perlu berkaca pada pengalaman negara-negara tetangga di Asia Tenggara tentang bagaimana mengelola dinamika interaksi migran baru China dengan komunitas Tionghoa lokal, agar tetap mengedepankan kepentingan warganya tanpa mengorbankan perkembangan ekonomi.
Referensi
Sebagaimana dijelaskan dalam komunike bersama yang dilansir oleh Kementerian Luar Negeri RRC, 中华人民共和国外交部, “中华人民共和国和东帝汶民主共和国关于深化全面战略伙伴关系的联合声明(全文),” 29 Juli 2024, https://www.mfa.gov.cn/zyxw/202407/t20240729_11462593.shtml (diakses pada 31 Juli 2024).
新华网, “习近平会见东帝汶总理夏纳纳,” 23 September 2023, http://www.news.cn/politics/leaders/2023-09/23/c_1129879296.html (diakses pada 31 Juli 2024).
Jakcson Huang, “China’s Engagement with Timor-Leste Amid Geopolitical Tensions,” S. Rajaratnam School of International Studies, 10 Juli 2024, https://www.rsis.edu.sg/rsis-publication/rsis/chinas-engagement-with-timor-leste-amid-geopolitical-tensions/ (diakses pada 31 Juli 2024)
Laurentina Barreto Soares, “Overseas Chinese, soft power and China’s people-to-people diplomacy in Timor-Leste.” dalam The China Alternative: Changing Regional Order in the Pacific Islands disunting oleh Graeme Smith dan Terrence Wesley-Smith, hlm. 475–498, Canberra: ANU Press, 2021.
Reuters, “China dan Timor Leste Sepakat Tingkatkan Hubungan Bilateral,” 25 September 2023, VOA Indonesia, https://www.voaindonesia.com/a/china-dan-timor-leste-sepakat-tingkatkan-hubungan-bilateral/7281756.html (diakses pada 31 Juli 2024).
Helen Davidson, “‘Playing the China card’ or a serious regional threat? Timor-Leste’s new deal with Beijing,” 28 September 2023, The Guardian, https://www.theguardian.com/world/2023/sep/28/playing-the-china-card-or-a-serious-regional-threat-timor-lestes-new-deal-with-beijing-australia (diakses pada 31 Juli 2024)
Helen Davidson, “Timor-Leste president hits back at Australian criticism of new partnership with China,” 3 Oktober 2023, The Guardian, https://www.theguardian.com/world/2023/oct/03/timor-leste-president-jose-ramos-horta-hits-back-at-australian-criticism-of-new-partnership-with-china (diakses pada 31 Juli 2024).
Selengkapnya, baca Ignatius Edhi Kharitas, “‘Perang’ Pengaruh Tiongkok dan Kekuatan Lain di Negara-negara Pasifik,” 30 Mei 2024, Forum Sinologi Indonesia, https://forumsinologi.id/opinion/perang-pengaruh-tiongkok-dan-kekuatan-lain-di-negara-negara-pasifik (diakses pada 31 Juli 2024)
Parker Novak, “Timor-Leste’s uncertain future,” 29 November 2023, Lowy Institute, https://www.lowyinstitute.org/publications/timor-leste-s-uncertain-future (diakses pada 31 Juli 2024)
Jackson Huang dan Fidelis Leite Magalhães, “China–Timor-Leste Relations: Seeing Recent Developments in Perspective,” 22 Agustus 2024, S. Rajaratnam School of International Studies, https://www.rsis.edu.sg/rsis-publication/rsis/china-timor-leste-relations-seeing-recent-developments-in-perspective/ (diakses pada 3 September 2024)
Mengenai sejarah dan perkembangan komunitas Cina Timor, selengkapnya baca Douglas Kammen dan Jonathan Chen, Cina Timor: Baba, Hakka, and Cantonese in the Making of Timor Leste, New Haven: Yale University Southeast Asia Studies, 2019.
Sophie Raynor, “Timor-Leste’s forgotten Chinese,” 16 Januari 2019, Lowy Institute, https://www.lowyinstitute.org/the-interpreter/timor-leste-s-forgotten-chinese (diakses pada 31 Juli 2024).
(*Penulis adalah adalah peneliti di Forum Sinologi Indonesia. Artikel ini telah publikasikan pada laman Forum Sinologi Indonesia tanggal 02 Oktober 2024)
0 Komentar